Akhirnya, kesempatan kembali melakukan sebuah perjalanan untuk sejenak ‘melarikan diri’ dari rutinitas pekerjaan dan kegiatan sehari-hari terlaksana. Pada awalnya, saya dan teman-teman merencanakan untuk sekedar bermalam dan melakukan sebuah wisata pulau, meski ternyata pada praktiknya kami melakukan sebuah perjalanan selama kurang lebih tiga hari.
Berikut adalah catatan perjalanan pelarian tiga hari kami.
1. Hari Pertama
Wisata pulau akhir-akhir menjadi salah satu primadona pilihan para wisatawan lokal atau ‘pelarian’ seperti kami. Paling tidak ada tiga pulau yang cukup populer untuk dikunjungi. Pertama adalah pulau Kabung (silahkan baca tulisan saya mengenai Pulau Kabung), pulau Lemukutan dan pulau Randaian. Ketiga pulau ini terletak di kawasan yang berdekatan dan masih masuk ke dalam wilayah kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Pulau Randaian sendiri sebenarnya adalah pulau yang paling populer dan kerap dikunjungi wisatawan. Hanya saja, walau ketiga pulau memiliki wilayah yang berdekatan, masing-masing pulau memiliki ‘teknik’ tersendiri untuk dapat dikunjungi dan dinikmati. Jiwa petualang dan pecinta alam bebas sangat diperlukan bila anda ingin mengunjungi pulau-pulau tersebut.
Kamipun memutuskan untuk memilih pulau Lemukutan, dengan beragam alasan, salah satunya adalah karena kami memang belum pernah mengunjungi tempat tersebut.
Kami berangkat dengan menggunakan mobil pribadi. Pada awalnya, keberangkatan kami dimulai dengan bertujuh, namun kedua teman kami lainnya memutuskan hanya berhenti di Singkawang untuk melanjutkan perjalanan mereka sendiri. Sedangkan kami terus menuju ke pulau Lemukutan.
Karena ini merupakan sebuah wisata pulau, sudah barang tentu diperlukan jasa penyebrangan. Pada umumnya, ada dua dermaga yang digunakan untuk melakukan aktifitas penyebrangan. Pertama adalah Teluk Suak, yang kedua adalah dermaga penyebrangan Samudra Indah atau juga dikenal dengan sebutan SI. Kedua dermaga memang digunakan untuk menyebrangkan orang dari beragam pulau di area wilayah Bengkayang dan sebaliknya.
Kami berangkat dari Pontianak pukul 5 pagi. Perkiraan perjalanan dari Pontianak ke Teluk Suak atau Pantai Samudra adalah 3 jam. Sebaiknya perjalanan memang awal di pagi hari agar juga dapat sampai awal di dermaga, namun bukan berarti harus tergesa-gesa di perjalanan. Kapal dari dermaga diperkirakan berangkat pada pukul 8 pagi, namun ini tidak selalu dapat dipastikan dengan melihat pada jumlah penumpang yang akan disebrangkan.
Kamipun tidak terlalu memburu waktu karena perjalanan juga merupakan sesuatu yang perlu dinikmati bersama. Kami sempat berhenti di Sungai Duri untuk rehat dan mengisi perut.
Kami melanjutkan perjalanan dan sesampainya di Teluk Suak kami kurang beruntung karena kapal tidak ada yang merapat, mungkin diakbibatkan oleh air yang sedang surut atau beragam alasan lain yang menjadi pertimbangan para awak kapal. Untuk mencapai pulau-pulau di area tersebut, kedua pilihan sangat dimungkinkan. Bila anda kurang beruntung di Teluk Suak, SI adalah pilihan lainnya. Ini kerap terjadi, jadi jangan bingung.
Keberuntungan kami juga belum berbuah hasil ketika sampai di SI, karena kami masih harus menunggu kurang lebih 1 jam karena kapal yang menuju ke Pulau Lemukutan masih belum merapat. Toh, ketika kapal sudah merapat pun ada waktu tambahan untuk bongkar muatan.
Mobil pribadi yang kami gunakan untuk perjalanan dari Pontianak diparkirkan di lahan jasa parkir yang cukup banyak terletak di area Pantai Samudra. Biaya untuk jasa penitipan kendaraan ini sebesar RP. 20.000.
[Alternatif lain untuk mencapai Teluk Suak atau SI adalah dengan menggunakan sepeda motor yang dapat dititipkan di lahan jasa parkir atau menggunakan bus dengan jurusan Pontianak-Singkawang. Biasanya bus berangkat pada pagi-pagi buta, sekitar jam 4 pagi]
Sambil menunggu keberangkatan, kami bersantai sedikit di pantai Samudra. Perlu diketahui, ada perbedaan yang mendasar antara Teluk Suak dan SI. SI selain berfungsi sebagai dermaga pada dasarnya juga merupakan sebuah kawasan wisata pantai. Jadi tidak heran, kawasan berpasir ini juga ramai dikunjungi warga dari berbagai tempat karena keindahannya.
Waktu kami untuk menaiki kapal pun akhirnya tiba. Kapal yang kami gunakan (dan kapal-kapal lain yang menyewakan jasa penyebrangan) adalah sebuah kapal yang berukuran sedang. Menurut informasi yang kami dapatkan, kapal dapat memuat lebih dari 30 orang penumpang. Ini tidak termasuk barang-barang yang dapat dinaikkan ke kapal. Terhitung sebuah kendaraan bermotor juga terlihat dinaikkan ke kapal.
Pada saat kami menyebrang, selain warga dari pulau, terlihat banyak sekelompok anak muda yang juga bertujuan untuk berwisata ke pulau serta sekelompok ibu-ibu yang nampaknya ingin berwisata ke pulau Randaian.
Video berikut merupakan gambaran singkat situasi perjalanan penyebrangan ke Pulau Lemukutan:
Pemberhentian pertama adalah di pulau Lemukutan. Kami harus turun di dermaga Lemukutan sedangkan kapal masih akan melanjutkan perjalanan ke perhentian lainnya.
Di pulau Lemukutan, ada seorang warga yang memiliki jasa penginapan di pulau tersebut, ia adalah pak Andi. Ternyata tidak sulit untuk menemukan Pak Andi, selain karena pulau tidak begitu besar, warga juga sangat mengenal pak Andi. Ia adalah satu-satunya pemilik usaha jasa penginapan di pulau tersebut.
Pak Andi memiliki tiga buah penginapan di sebuah tanjung (daratan di tepian yang agak menjorok ke arah laut). Menurut cerita Pak Andi, usaha yang ia rintis ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bangunan penginapan yang semula hanya satu bertambah menjadi tiga buah. Dari bentuk fisik dan fasilitas, sebenarnya penginapan Pak Andi memiliki kondisi cukup baik. Kamar mandi dan toilet yang memadai dengan air yang berlimpah, pelataran yang luas cukup untuk aktifitas kelompok seperti api unggun atau kegiatan fisik lainnya.
Tempatnya juga strategis, tidak terlalu jauh dari pemukiman warga ketika kita perlu membeli barang-barang keperluan sehari-hari, namun juga tidak terlalu dekat sehingga para pengunjung tidak perlu merasa risau dan khawatir segala kegiatan akan dapat mengganggu warga. Pak Andi pun memiliki dermaga tepat di ujung tanjung, sehingga bila anda beruntung, kapal yang mengantar dan menjemput anda tepat di depan penginapan.
Bangunan penginapan Pak Andi berupa sebuah pondok dengan dua buah kamar dan sebuah pelataran memungkinkannya dapat dihuni sampai lebih dari 10 orang.
Sampai disini, bila anda masih bingung mengenai rute kapal atau motor air dari teluk suak atau SI serta informasi mengenai penginapan, ada baiknya para pengunjung mengambil fasilitas ‘paket’ yang ditawarkan (Informasi mengenai penginapan sangat penting, mengingat penginapan pak Andi adalah satu-satunya usaha pondokan di pulau Lemukutan, maka bisa dikatakan hampir selalu penuh dihuni oleh para pengunjung. Bila tidak book sebelumnya, dikhawatirkan bila pengunjung tidak mendapatkan tempat tinggal di pulau Lemukutan). Kisaran harga per orang adalah Rp.400.000/orang dengan minimal kelompok berjumlah 5 orang. Namun bila rombongan diatas 10 orang, maka biayanya menjadi Rp.300.00/orang. Tentu saja ini akan lebih ringan bila anda datang beramai-ramai. Dengan harga ini, pengunjung sebenarnya sudah mendapatkan semua fasilitas dan kegiatan di pulau Lemukutan. Harga Rp.300.000 – Rp.400.000/orang sudah termasuk perjalanan pulang-pergi (PP) pulau Lemukutan – Teluk Suak sehingga para pengunjung tidak perlu lagi bingung memilih lokasi, waktu atau informasi lain mengenai penyebrangan. Selain itu, biaya tersebut sudah termasuk fasilitas, kegiatan, dan satu kali makan di pulau Lemukutan. Fasilitas dan kegiatan yang terkenal di Lemukutan adalah snorkling dan mengunjungi bagan (bangunan di laut yang digunakan untuk menangkap ikan). Sedangkan pada malam hari, para pengunjung juga dapat menikmati barbeque atau bebakaran ikan segar yang telah disediakan oleh pak Andi.
NOTE: Untuk booking pondokan atau informasi lainnya silahkan hubungi Ivan Handinata: 0852 8299 1811
Pada saat rombongan kami sampai di pulau, kami sudah tidak sabar menunggu sore tiba. Ketika sore menjelang kami diajak oleh para pegawai Pak Andi untuk dibawa ke laut dengan menggunakan perahu menikmati alam bawah laut, ya … Snorkling! Pak Andi memiliki beberapa buah peralatan snorkling, namun tidak semua dalam kondisi yang sempurna, meski cukup baik untuk digunakan. Saran saya akan lebih baik bila kita memiliki dan membawa peralatan sendiri, paling tidak bawalah goggle atau kacamata renang.
Di laut, pegawai pak Andi membawa kami ke sebuah karang yang sedikit mencuat dan terlihat membayang di permukaan, membuatnya menjadi semacam pijakan dangkal untuk para perenang. Dari situ kita dapat melakukan kegiatan diving, snorkling atau sekedar berenang menikmati alam. Tepian yang dangkal dengan susunan terumbu karang yang rumit memungkinkan beragam jenis ikan dan satwa air hidup dengan baik. Bila anda tidak dapat berenang, pastikan anda menggunakan pelampung yang juga disediakan oleh Pak Andi.
Namun, sayang sekali kami tidak dapat memotret keadaan di permukaan laut ketika kami terombang-ambing di atas perahu, atau merekam kehidupan di dasar laut, karena pengalaman yang satu ini nampaknya tidak dapat sekedar direkam melalui tulisan.
Setelah puas ber-snorkling dan ber-diving ria, jangan berhenti dahulu. Coba pinjam perahu milik pak Andi dan beranikan diri menggunakannya berkeliling bagan.
Setelah melakukan kegiatan di air, makanan yang ditunggu datang. Dalam keadaan basah dan lapar, sudah barang tentu ikan goreng, ikan bumbu asam pedas, sayur daun ubi (ketela) santan dan sambal terasi menjadi pelengkap kesempurnaannya. Bila anda berkesempatan makan di sana, jangan kelewatan mintalah dilengkapi sambal terasi Pak Andi, saya jamin rasanya extraordinary!
Sebenarnya untuk perihal makan, penginapan memberikan pilihan lain. Pondok juga dilengkapi dengan sebuah dapur mini dimana disediakan kompor dan segala peralatan masak dan makan, termasuk kompor dan gasnya. Para pengunjung hanya perlu membawa bahan makanan. Pada saat kami menginap di sana, kami juga mendapatkan sekaleng penuh gula kopi dan dua buah galon air mineral. Tentu saja bila anda berniat untuk memasak makanan anda sendiri, anda harus sangat memperhitungkan bahan makanan yang perlu anda bawa.
Setelah makan, mandi dan berganti baju, kami bersiap melakukan kegiatan lainnya. Dua orang anggota kelompok kami meminjam motor pak Andi untuk membeli beberapa keperluan di warung warga sekalian menggunakan waktu untuk sedikit berkeliling pulau. Jalan setapak bersemen, walau kecil cukup untuk membantu anda berkeliling. Ada baiknya pula bila anda mencoba berjalan kaki dan mengejar pemandangan ketika sunset (matahari terbenam) di sisi lain pulau.
Ketika malam menjelang, listrik mulai hidup. Ya, jangan khawatir, bila anda tidak bisa lepas dari alat komunikasi dan sambungan internet dan tak sabar untuk segera menulis status di media sosial anda, anda akan dapat melakukannya. Listrik di pulau ini hanya mulai bisa digunakan pada pukul 18.00 sampai pukul 6 pagi keesokan harinya. Sinyal telepon dan internet pun bisa didapatkan, walau kadang tidak stabil pada beberapa jenis layanan penyedia (provider).
Dari awal rencana keberangkatan kami, kami sudah menyiapkan dua buah alat pancing (fishing rod) untuk memancing di laut. Kami sangat beruntung kami meminta untuk diikutsertakan ke bagan milik pak Andi untuk dapat melihat kegiatan disana sekaligus memancing ikan.
Namun sembari menunggu saat kami akan diajak ke bagan, kami menyempatkan diri untuk menikmati malam dengan berkumpul, bermain kartu serta mempersiapkan HP dan kamera yang sedang di-charge sebagai amunisi merekam aktifitas di bagan kelak.
Pak Andi memiliki dua buah bagan. Menurut cerita dari para pegawainya, setiap bagan berharga kurang lebih Rp. 20 juta dan dibangun dengan gotong royong. Uniknya, bagan-bagan tersebut akan hancur dalam satu tahun ketika oleh angin musiman sehingga dalam waktu satu tahun itulah para nelayan dan pengusaha kelautan harus memperoleh hasil berupa keuntungan dan modal untuk membangun bagan lain.
Video berikut menggambarkan sedikit kegiatan di atas bagan. Sebuah bagan dapat menampung sekitar 7 sampai 8 orang. Pengalaman di bagan akan menjadi pengalaman yang menyenangkan dan sedikit mendebarkan, terutama bagi anda yang tidak dapat berenang atau takut ketinggian. Namun tidak perlu terlalu khawatir pula, pelampung yang disediakan perlu anda pakai dan pegawai Pak Andi akan siap membimbing pengunjung.
Kami berangkat ke bagan pada pukul 20.00 dan kembali menjelang tengah malam untuk kemudian mengolah ikan dan sotong hasil pancingan kami dengan membakarnya. Sotong yang kami dapatkan sebenarnya adalah hasil tangkapan Dani, salah seorang pegawai Pak Andi. Sedangkan Pak Andi juga menyiapkan beberapa ikan segar yang disediakan khusus untuk kami bakar.
Ketika kantuk telah mencapai mata dan lelah menyerang sel otak dan otot-otot, waktunya untuk beristirahat. Hampir semua anggota kelompok tidur di pelataran. Angin ternyata tidak membekukan, jaket dan kain seperlunya ternyata mampu membendung udara malam. Permasalahan terbesar adalah nyamuk. Lotion pengusir nyamuk atau obat pengusir nyamuk jenis lainnya juga merupakan peralatan wajib, meski bagi salah seorang anggota kelompok kami cicak nampaknya menjadi masalah yang terbesar, maklum ia menderita fobia terhadap cicak :).
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali kami harus bersiap meninggalkan pulau. Namun kami tidak akan mau melewatkan matahari terbit. Pada saat itu, matahari muncul tepat dibawah awan, seperti layaknya matahari muda yang bertopikan awan.
Sekitar pukul 6 pagi, kapal kembali membawa kami menyebrangi lautan menuju ke SI.
2. Hari Kedua
Rencana kembali berlanjut. Semula kami hanya ingin menginap satu malam di pulau, namun akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Singkawang yang memang tidak terlalu jauh dari SI. Tidak sekedar melakukan perjalanan ke Singkawang, kami juga berencana menginap sehari lagi. Kami berencana berkunjung ke Pemangkat, sebuah kota kecil yang kabarnya juga memiliki sebuah daerah wisata yang juga cukup menarik. Selain itu, kami juga ingin mengunjungi kedua teman yang pada awalnya berangkat bersama kami namun berhenti di SI untuk melanjutkan perjalanan mereka sendiri.
Tak berapa lama kami di Singkawang, siang hari setelah kami selesai makan kami langsung menuju ke Pemangkat yang dapat ditempuh kurang lebih selama 30 menit.
Kami berhenti di sebuah vihara Buddha Tridharma yang dikenal dengan sebutan Sin Mu’ Nyiong. Vihara ini adalah sebuah vihara tiga agama tionghoa, Budha, Konghucu dan Taoisme yang tertinggi di Pemangkat. Bertemu kedua teman tersebut, kamipun menapak anak tangga menuju kuil puncak. Yang menarik dari kuil ini, selain tempatnya yang tinggi dan terletak di sebuah bukit yang menonjol di Pemangkat, dari atas kita juga dapat melihat seluruh kota Pemangkat yang dikelilingi oleh laut. Hal menarik lainnya adalah kegiatan peramalan. Banyak pengunjung yang mencoba peruntungan dengan meminta diramalkan atas karir, jodoh dan nasib mereka. Sang peramal menggunakan bahasa China dengan dialek khe’ yang unik. Beberapa teman yang memahami bahasa khe’ pun kesulitan memahami dialek ini. Menurut beberapa teman lain yang memahami dialek ini, dialek khe’ Pemangkat sangat khas, serupa dengan dialek khe’ daerah Sambas yang juga digunakan di Singkawang atau Pemangkat, atau bahasa jawa Banyumasan yang dialeknya tersebar di Purwekerto, Tegal, Banyumas atau Cilacap :D.
Setelah puas menikmati pemandangan kota Pemangkat dari ketinggian, kami pun memburu makanan dan memutuskan agar kedua anggota tersebut ikut menginap beramai-ramai di Singkawang.
Mereka mengiyakan, namun sebelum kami berangkat, kami menuju ke perkebunan jeruk Tebas yang sangat terkenal sebagai jeruk Pontianak yang manis tersebut. Disana kami sempat mendokumentasikan sebuah lahan perkebunan jeruk serta sempat menyicipi beberapa buah jeruk secara cuma-cuma yang diberikan oleh salah seorang pegawai.
Menjelang malam, kami melakukan perjalanan kembali ke Singkawang. Setelah makan malam, kami kembali ke hotel, kembali bermain kartu (ha ha ha) dan beristirahat.
3. Hari ketiga
Keesokan harinya kami mempersiapkan segala sesuatu untuk perjalanan kami pulang ke Pontianak. Namun sebelumnya semua bersepakat untuk pergi sarapan dan sekedar berkeliling kota Singkawang untuk mencari oleh-oleh. Beberapa teman sengaja memburu biji teratai yang biasa didapatkan di toko buah-buahan, beruntung mereka mendapatkannya. Karena seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya, sangatlah tidak mudah untuk mendapatkan biji teratai ini. Beberapa penjual mengatakan bahwa biji teratai memiliki musim panen yang hanya pada waktu tertentu saja didapatkan di toko buah-buahan, seperti kali ini.
Hari terakhir kami habiskan untuk berkeliling pasar Turi Singkawang atau ke beragam spot untuk mencari oleh-oleh. Selain biji teratai, yakinkan anda membeli rujak Singkawang yang sangat terkenal. Beberapa anggota rombongan juga sempat membeli mie putih untuk dibawa pulang. Mie putih ini adalah mie yang terbuat dari beras dan biasanya dijadikan bahan dasar untuk makanan seperti kwetiaw atau bakso.
Kedua teman kami kembali tidak dapat mengikuti perjalanan pulang ke Pontianak karena mereka memiliki rencana dan waktu sendiri dan harus tinggal di Singkawang untuk beberapa waktu.
Terakhir, sebelum mengakhiri ‘pelarian’ tiga hari, kami menyempatkan diri mampir ke Gereja Katolik Santo Fransiskus Asisi Singkawang. Bagi umat Katolik, ada hal yang unik yang bisa didapatkan di gereja ini. Kami sengaja mengunjungi tempat tersebut untuk membeli roti. Bukan sembarang roti, tapi roti yang dibuat dari remah-remah (crumbs) roti hosti yang sudah tidak dapat digunakan untuk liturgi ekaristi. Roti ini karena merupakan ‘daur ulang’ dari remah-remah memiliki sifat dan tekstur yang rapuh. Rasanya tidak manis, hanya roti gandum biasa. Namun ada sensasi terberkati ketika memakannya, maklum bagaimanapun roti ini dibuat dari remah-remah roti yang biasa digunakan dalam ritual keagamaan :).
Pelarian pun berakhir sudah, namun bagaimanapun pelarian dapat dilakukan kapan saja. Terutama ketika beban pekerjaan merayap dan kami membutuhkan sokongan teman dan kawan yang bersedia membagi tawa canda, kekonyolan dan cerita mereka untuk kembali menyelimuti kami dengan kegembiraan dan kenyamanan untuk kembali menghadapi hari.
Catatan Kuliner
Sayang sekali, bagi anda yang menganut agama Islam, ada baiknya anda melewati bagian ini. Karena makanan yang menjadi catatan mayoritas mengandung bahan yang dilarang untuk dikonsumsi oleh kaum Muslim, yaitu daging babi. Namun, bagi non Muslim dan ingin mencari informasi mengenai kuliner, mungkin catatan kuliner ini dapat menjadi tambahan informasi dan semoga menggugah selera anda.